Apakah Sama Oang Mengaji Dengan Orang Tak Mengaji?

Apakah Sama Oang Mengaji Dengan Orang Tak Mengaji?

Cuba kita renung ayat 8 surah az-Zumar ini.

وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا ۖ إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka”.

Contoh yang dapat kita kaitkan kepada situasi masyarakat kita dan diri kita sendiri yang masih segar dalam ingatan kita – adalah musibah Covid19 yang menimpa kita dua-tiga tahun lepas.

Apakah kita tergolong dalam golongan yang Allah sebutkan dalam ayat ini?

Dalam ayat ini Allah menempelak orang-orang yang semasa ditimpa musibah berat, mereka berdoa merintih memohon ampun dan taubat kepada Allah, kemudian apabila telah diberi nikmat selepas itu, mereka lupa akan kesulitan musibah tersebut sehingga mereka kufur – menyekutukan Allah, menyesatkan diri mereka dan orang lain daripada jalan Allah.

Allah suruh kata (katakanlah) kepada golongan seperti itu sebagai “Bersenang-senanglah engkau dengan kekufuranmu itu bagi sementara, sesungguhnya engkau dari penduduk neraka.”

Dalam perkataan mudah hari ini – “ikut mung ah, kat akhirat nanti mung tahu laa…”

Tapi pada hari ini, kalau ada alim ulamak menegur mereka dengan membaca ayat ancaman neraka, golongan seperti itu akan melabel alim ulamak itu sebagai ulamak suu’, khawarij dan ghuluwww.

Lalu pada ayat seterusnya ayat 9 surah az-Zumar, Allah tanya kepada golongan seperti itu – Apakah sama (orang yang berdoa bertaubat ketika ditimpa musibah kemudian lupa kepada Allah setelah diberi nikmat) dengan orang-orang yang sujud beribadat kepada Allah pada waktu malam, solat penuh khusyuk kepada Allah?

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”

Allah suruh tanya lagi kepada orang-orang itu, apakah sama orang yang berilmu dengan orang tidak berilmu?

Apakah sama orang ‘alim dengan orang jahil?

Adakah sama orang yang mengaji dengan orang yang tak mengaji?

Adakah sama orang yang cerdik dengan orang yang bodoh?

Ada golongan yang duk merasakan depa dah baca buku sikit, dengar kuliah sikit di media sosial, depa dah reti label orang lain sebagai khawarij, label ‘alim ulamak sebagai ulamak suu’, ghuluw dan sebagainya.

Apakah mung lebih faham erti khawarij, ‘ulamak suu’ dan ghuluw berbanding alim ulamak?

Atau mung ingat alim ulamak tu tak reti apa itu khawarij, ulama suu’ dan sebagainya?

Maka Allah suruh tanya dan pikir, antara mung yang tak mengaji dengan alim ulamak?

Orang yang kenal alim ulamak adalah orang yang meletakkan dirinya dalam kalangan tholibul ‘ilmi – yakni golongan yang menuntut ilmu, golongan yang mengaji.

Kalau mung jenis mengaji malas, kuliah agama pergi celup-celup saja, kuliah agama online pun dengar potongan-potongan saja… lagi mau sembang nak tuduh ulama itu dan ini.

Ulamak pun mung tak kenal, masakan mengerti yang mana ulamak benar dan yang mana ulama suu’.

Sesungguhnya, orang-orang yang dapat ambil pengajaran dan peringatan hanyalah yang ada akal yang sempurna.

Wallahu a’lam.

Dr. Tanaka Mustafa

Kolumnis